Sabtu, 21 Juli 2012
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY KIRI DENGAN MODALITAS
ELECTRICAL STIMULATION DAN MASSAGE
Karya
Tulis ini Disusun Sebagai
Salah
Satu Syarat Dalam Menempuh
Program
Pendidikan Diploma III Fisioterapi
Oleh :
SAMUEL
NIM 09.3.025
AKADEMI FISIOTERAPI
WIDYA HUSADA
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan pembangunan
kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup
sehat bagi penduduk agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya
pelayanan kesehatan masyarkat semula hanya berupa penyembuhan saja, secara
berangsur-angsur berkembang sehingga mencakup upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang bersifat
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dengan melibatkan peran serta masyarakat
( Dep.Kes RI, 1999).
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan
yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara
dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutik dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi (KEPMENKES RI,
2007)
Fisioterapi merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang mempunyai tugas meningkatkan
derajat kesehatan manusia dalam bidang kapasitas fisik dan kemampuan
fungsional, sudah seharusnya ikut serta dan berpartisipasi aktif dalam
pembangunan kesehatan sesuai dengan bidangnya. Kebutuhan masyarakat terhadap
fisioterapi akan meningkat disebabkan selain kesadaran masyarakat dan
penghargaan masyarakat terhadap kesehatan meningkat, juga disebabkan terjadinya
pergeseran pola penyakit. Pergeseran pola penyakit tersebut antara lain
berkurangnya penyakit infeksi, menurunnya angka kematian bayi, meningkatnya
penyakit degeneratif, meningkatnya angka kecelakaan kerja maupun lalu lintas,
penyakit – penyakit sistemik, dan penyakit – penyakit akibat kurang gerak.
Pergeseran pola penyakit yang demikian banyak berhubungan dengan kapasitas
fisik dan kemampuan fungsional manusia, sehingga fisioterapi akan sangat
berperan di masa yang akan datang (WCPT, 1999).
A. Latar Belakang Masalah
Kecantikan
dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan kecantikan dan
ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha untuk mencapai
hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik. Walau
harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang penting
bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-akhir ini banyak orang
terkena penyakit bell’s palsy. Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan
ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang
temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian
dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidaksimetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua
sisi wajah (kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat
menyiksa diri karena membuat orang menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan
tidak cantik karena mulut mencong, mata tidak bisa berkedip, mata berair,
dll (Attaufiq,2011).
Kata
Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari
nama seorang dokter dari abad 19, Sir
Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan
dengan kelainan pada saraf wajah.
Prevalensi
Bell’s Palsy di Indonesia, secara
pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di
Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s
Palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia
21–50 tahun, peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati
perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa
penderita didapatkan adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan
(Annsilva,2010).
Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran
fisioterapi. Karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul karya tulis ilmiah ”PENATALAKSANAAN
FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY KIRI DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION
DAN MASSAGE”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
masalah yang timbul pada Bell’s Palsy Kiri maka penulis ingin mengetahai:
1. Bagimanakah pemberian Electrical
Stimulation dapat membantu meningkatkan kekuatan otot dan mendidik otot
secara individual pada wajah sebelah kiri ?
2. Bagaimanakah
pemberian massage dapat memelihara
sifat fisiologis otot, Mengurangi rasa
kaku pada wajah, dan mencegah spasme
pada sisi yang sehat ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Diploma III di Akademi
Fisioterapi ”STIKES Widya Husada ” Semarang.
2. Tujuan Khusus
Untuk menegetahui pengaruh Electrical Stimulation dan Massage terhadap permasalahan dari
pasien dengan kondisi Bell’s Palsy
seperti kelemahan otot-otot wajah pada sisi kiri yang mengakibatkan adanya
keterbatasan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1. Definisi
Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses non
supuratif, non neoplasmatik, non degeneratif primer tetapi sangat dimungkinkan
akibat dari adanya oedema jinak pada
bagian nervus facialis di foramen
stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen stilomastoideus, yang
mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta, 1999).
Bell’s Palsy
adalah suatu kelumpuhan akut nervus
facialis perifer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi dapat pula mengenai
kedua sisi wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy ( Jimmi Sabirin, 1996).
Istilah
Bell’s Palsy (kelumpuhan bell)
biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus
facialis jenis perifer yang
timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada sebagian besar
penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya
akan sembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan
meninggalkan gejala sisa (Lumbantobing, 2006).
Pada gambar dibawah terlihat penurunan wajah sebelah kiri
:
Gambar 2.1
2. Anatomi Fungsional
a)
Nervus Facialis
Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus
motoris di batang otak, yang terdiri dari:
(1)
Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus presentralis
kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim serabut-serabut saraf
ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis
occuli.
(2)
Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus presentralis dari sisi yang
berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah
dan platisma (Chusid, 1983).
Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari nucleus nervus abducens sehingga lesi di
daerah ini juga diikuti dengan kelumpuhan nervus
abducens. Setelah keluar dari batang otak, nervus facialis berjalan bersama nervus intermedius yang bersifat
sensoris dan sekretorik. Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-sama masuk ke
dalam canalis austikus internus dan
berjalan ke arah lateral, masuk ke canalis
falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialis masuk ke dalam cavum timpani setelah membentuk ganglion genikulatum. Di
dalam cavum timpani nervus facialis
membelok
tajam ke arah posterior dan horizontal (pars
timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian membelok tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars mastoidea. Bagian
saraf yang berada didalam canalis falopii
pars timpani disebut nervus facialis pars horizontalis,
sedang yang berjalan didalam pars
mastoidea disebut nervus facialis pars
vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus. Setelah keluar
dari foramen stylomastoideus, syaraf
ini bercabang-cabang dan berjalan di antara lobus superfisialis dan profundus glandula parotis dan berakhir
pada otot-otot mimik di wajah.
Dalam perjalanan nervus
facialis memberikan cabang :
(1)
Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui ganglion
sfenopalatinum sebagai saraf petrosus
superfisialis mayor yang akan menuju glandula
lakrimalis.
(2)
Cabang
lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus
superficialis minor yang melalui ganglion
otikum membawa serabut sekreto-motorik ke kelenjar parotis.
(3)
Dari nervus
facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :
(a) Saraf stapedius yang
mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan saraf ini menyebabkan hiperakusis.
(b) Saraf korda timpani
yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan berfungsi sensorik untuk perasaan lidah
(rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai
serabut yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liur submaksilaris dan sublingualis (Chusid, 1983)
Perjalanan nervus
facialis dapat dilihat pada gambar dibawah
ini :
:
Gambar 2.2
Perjalanan nervus
facialis (Putz dan Pabst, 2006)
b) Otot-otot wajah
Otot-otot
pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 2.1
Otot-Otot Wajah Beserta
Fungsinya
No
|
Nama Otot
|
Fungsi
|
Persarafan
|
1
|
M.Frontalis
|
Mengangkat alis
|
N. Temporalis
|
2
|
M.Corrugator supercili
|
Mendekatkan kedua pangkal alis
|
N. Zigomatikum dan
N.Temporalis
|
3
|
M.Procerus
|
Mengerutkan kulit antara kedua alis
|
N. Zigomatikum,
N.Temporalis,
N. Buccal
|
4
|
M. Orbicularis Oculli
|
Menutup kelopak mata
|
N.Fasialis, N.Temporalis, N.
Zigomatikus
|
5
|
M. Nasalis
|
Mengembang
Kan
cuping hidung
|
N. Fasialis
|
6
|
M. Depresor anguli oris
|
Menarik ujung mulut ke bawah
|
N. Fasialis
|
7
|
M. Zigomaticum mayor dan M. Zigomatikum
minor
|
Tersenyum |
N. Fasialis
|
8
|
M. Orbicularis oris
|
Bersiul |
N. Fasialis
N. Zigomatikum
|
9
|
M. Buccinator
|
Meniup sambil menutup mulut
|
N. Fasialis,
N. Zigomatikum,
N. Mandibular,
N. Buccal
|
10
|
M. Mentalis
|
Mengangkat dagu
|
N. Fasialis dan
N. Buccal
|
11
|
M. Platysma
|
Meregangkan
kulit leher
|
N. Fasialis
|
Sedangkan gambar
otot-otot wajah dari depan dapat dilihat pada gambar 2. 3 dibawah ini:
Gambar 2.3
Otot –
otot wajah dilihat dari anterior (Putz dan Pabst, 2006)
Keterangan Gambar 2.3
1. M.Frontalis 7.
M. Zygomaticum mayor
2. M.Corrugator
supercili 8. M.Zygomaticum
minor
3. M.Procerus
9.
M.Orbicularis oris
4. M.Orbicularis
oculi 10. M.Buccinator
5.
M.Nasalis 11. M.Mentalis
6. M.Depresor
anguli oris 12. M.Platysma
3. Etiologi
Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit
(Dachlan,2001). Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab Bell’s Palsy antara lain sebagai berikut:
a) Teori
Infeksi Virus Herpes Zoster
Salah
satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah
karena adanya infeksi virus herpes
zoster. Herpes zoster hidup
didalam jaringan saraf. Apabila radang herpes
zoster ini menyerang ganglion
genikulatum, maka dapat melibatkan paralisis
pada otot-otot wajah sesuai area persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah ini
sering dikenal dengan Sindroma Ramsay-Hunt
atau Bell’s Palsy (Duus Peter, 1996).
b) Teori
Iskemia Vaskuler
Menurut
teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii, secara tidak
langsung menimbulkan paralisis pada nervus facialis. Kerusakan yang
ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer terutama berhubungan dengan
oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari
tekanan langsung pada sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang
berlebihan sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian
bawah dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang selanjutnya
menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah iskemia dan menjadikan parese
nervus facialis (Esslen, 1970).
c) Teori
herediter
Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang disebabkan karena faktor herediter berhubungan
dengan kelainan anatomis pada canalis facialis
yang bersifat menurun (Hamid, 1991).
d) Pengaruh
udara dingin
Udara dingin
menyebabkan lapisan endotelium dari
pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi
(proses mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan foramen stilomastoideus
bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah
tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang
menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau lumpuh.
4. Patofisiologi
patologi berarti ilmu tentang penyakit, menyangkut
penyebab dan sifat penyakit tersebut. Patologi yang akan dibicarakan adalah
mengenai pengaruh udara dingin yang menyebabkan Bell’s Palsy (Dachlan, 2001)
Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga
terjadi proses transdusi dan mengakibatkan foramen
stilomastoideus bengkak. Nervus
facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang
dihantarkan terhambat yang menyebabkan oto-otot wajah mengalami kelemahan atau
kelumpuhan.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy adalah: adanya kelemahan
otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat pasien kesulitan melakukan
gerakan-gerakan volunter seperti, (saat gerakan aktif maupun pasif) tidak dapat
mengangkat alis dan menutup mata, sudut mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat
(mulut mencong), sulit mecucu atau bersiul, sulit mengembangkan cuping hidung,
dan otot-otot yang terkena yaitu m.
frontalis, m. orbicularis oculi, m. orbicularis oris, m. zygomaticus dan m.
nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi gangguan pengecap rasa manis,
asam dan asin pada ⅔ lidah bagian anterior, sebagian pasien mengalami mati rasa
atau merasakan tebal-tebal di wajahnya.
Tanda dan gejala klinis pada Bell’s Palsy menurut (Chusid ,1983)
adalah:
a) Lesi diluar foramen stilomastoideus: Muncul tanda dan
gejala sebagai berikut : mulut tertarik ke sisi mulut yang sehat, makanan
terkumpul di antara gigi dan gusi, sensasi dalam pada wajah menghilang, tidak ada lipatan dahi dan
apabila mata pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata
akan keluar terus-menerus.
b)
Lesi di
canalis facialis dan mengenai nervus korda timpani: Tanda dan gejala
sama seperti penjelasan pada poin diatas, ditambah dengan hilangnya ketajaman
pengecapan lidah ⅔ bagian anterior dan salivasi
di sisi lesi berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnnya nervus intermedius,
sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda
timpani bergabung dengan nervus facialis
di canalis facialis.
c)
Lesi
yang tinggi dalam canalis facialis
dan mengenai muskulus stapedius:
Tanda dan gejala seperti penjelasan pada kedua poin diatas, ditambah dengan
adanya hiperakusis (pendengaran yang
sangat tajam).
d)
Lesi
yang mengenai ganglion genikuli: Tanda
dan gejala seperti penjelasan pada ketiga poin diatas, disertai dengan nyeri
dibelakang dan didalam liang telinga dan dibelakang telinga.
e)
Lesi di
meatus akustikus internus: Tanda dan
Gejala sama seperti kerusakan pada ganglion genikuli, hanya saja disertai
dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya nervus vestibulocochlearis.
f)
Lesi
di tempat keluarnya nervus facialis
dari pons: Tanda dan gejala sama seperti di atas disertai tanda dan gejala
terlibatnya nervus trigeminus, nervus
abducens, nervus vestibulococlearis, nervus accessorius dan nervus hypoglossus.
6.
Komplikasi
komplikasi atau complication berarti penyakit yang timbul
kemudian sebagai tambahan pada penyakit yang sudah ada (Dachlan, 2001). Komplikasi yang muncul pada pasien Bell’s Palsy merupakan kumpulan gejala sisa paska terjadinya
kelemahan otot-otot wajah. Lumbantobing (2006) menjelaskan bahwa beberapa di antara
penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya
sembuh dengan meninggalkan gejala sisa yang berupa kontraktur, sinkenesis dan
spasme spontan.
Kontraktur terlihat jelas saat otot wajah berkontraksi
yang ditandai dengan lebih dalamnya lipatan nasolabial dan alis mata lebih
rendah dibandingkan sisi yang sehat. Sinkenesis
(assosiated movement) dapat terjadi karena kesalahan proses regenerasi sehingga
menimbulkan gerakan otot wajah yang berasosiasi dengan gerakan otot lain.
Misalnya saat mata ditutup, sudut mulut ikut terangkat. Sedangkan spasme spontan pada otot wajah terjadi
bila pasien Bell’s Palsy mengalami
penyembuhan yang inkomplit. Otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak
terkendali. Hal ini disebut juga tic
fasialis.
Gejala sisa yang ditimbulkan paska serangan Bell’s Palsy yaitu sindroma air mata
buaya (crocodile tears syndrome) yang
merupakan kesalahan regenerasi saraf salivarius
menuju ke glandula lakrimalais. Manifestasinya
berupa keluarnya air mata pada sisi lesi saat pasien makan (Djamil, 2003).
7.
Prognosis
dan Pengobatan
Prognosis
berarti ramalan klinis mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi yang
berhubungan dengan penyakit, untuk timbul lagi atau mungkin berakhir sembuh (Dachlan, 2001). Prognosis Bell’s Palsy kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2 - 8 minggu untuk
pasien yang muda dan pasien yang lebih tua sampai 1-2 tahun. Menjaga agar muka
tetap hangat dan selanjutnya hindarkan agar tidak terbuka, terutama terhadap
angin dan debu. Lindungi mata dengan kasa steril kalau perlu. Muka dapat
ditahan dengan mengaitkan pita atau kawat pada sudut mulut dan diikatkan sekitar
telinga. Stimulasi listrik sesudah hari keempat belas dapat dikerjakan untuk
membantu mencegah atrofi otot. Lakukan massage perlahan-lahan kearah atas pada
otot-otot yang terkena selama 5-10 menit, dua-tiga kali sehari, untuk menjaga
tonus otot. Pemanasan dengan memakai lampu inframerah dapat mempercepat penyembuhan.
Pada sebagian besar kasus, akan terjadi kesembuhan lengkap atau partial. Kalau kesembuhannya partial,
dapat timbul kontraktur pada sisi yang lumpuh. Kambuhnya penyakit di sisi yang
lain kadang-kadang dilaporkan (Chusid, 1983).
B. Deskripsi Problematika Fisioterapi
Berdasarkan
gambaran klinis di atas, maka dapat kita simpulkan problematik fisioterapi pada
kasus Bell’s Palsy adalah:
a) Impairment
Merupakan
gangguan abnormalitas yang bersifat sementara atau menetap yang mengenai pada
sistem organ.
Keterbatasan
fisik (impairment) yang dijumpai pada pasien dengan kondisi Bell’s Palsy kiri ini adalah: (1) Adanya penurunan kekuatan otot-otot wajah sisi kiri,
(2) Potensial terjadinya atrofi pada
otot wajah sisi kiri, (3) Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat) oleh karena kontraksi
terus menerus pada sisi yang sehat, (4) Potensial terjadinya kontraktur otot
wajah sisi kanan.
b) Fungsional
limitation
Adanya
gangguan fungsi atau keterbatasan fungsi yang disebabkan oleh impairment yang
berhubungan dengan motorik.
Adanya
keterbatasan fungsi seperti mata kiri tidak
bisa menutup rapat, berkumur dan minum mengalami kebocoran, makanan cenderung
mengumpul disisi kiri saat mengunyah oleh karena kelemahan otot wajah pada sisi
kiri.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika
fisioterapi pada kasus Bell’s Palsy karena pengaruh udara dingin Electrical
Stimulation dan Massage.
1.
Electrical
Stimulation dengan Arus Faradik
a) Definisi
Arus faradik
adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris
yang mempunyai durasi 0.01-1 ms dengan frekuensi
50-100 cy/detik (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998).
b) Fisika dasar arus faradik
Istilah
faradik mula-mula digunakan untuk
arus yang keluar dari faradik coil, suatu induction
coil. Arus ini merupakan bolak-balik yang tidak simetris. Tiap cycle terdiri dari dua fase yang tidak sama. Fase
pertama dengan intensitas rendah dan durasi panjang, sedang fase kedua intensitas tinggi dan durasi pendek. Berfrekwensi sekitar 50 cycle/detik. Durasi fase kedua sekitar 1 milisecond
(0,001 detik).
c) Modifikasi
Arus faradik
pada umumnya dimodifikasi dalam bentuk surged atau interupted (terputus-putus). Bentuk surged faradik dapat diperoleh dari mesin-mesin modern. Pengontrol
durasi surged sebaiknya terpisah
dengan pengontrol interval sehingga
diperoleh kontraksi yang efektif dari masing-masing penderita. Bentuk – bentuk surged juga bermacam-macam antara lain trapezoid, trianguler, saw tooth dan
sebagainya.
d) Efek fisiologis
Efek fisiologis
terhadap sensoris akan menimbulkan
rasa tertusuk halus dan efek vasodilatasi
dangkal, sedangkan efek terhadap motorik
adalah kontraksi tetanik yang akan lebih mudah menimbulkan kontraksi. Arus faradik lebih enak bagi pasien karena
durasinya pendek.
e) Efek terapeutik
(1) Fasilitasi kontraksi otot.
Apabila otot mengalami kesulitan untuk
mengadakan kontraksi, stimulasi elektris dapat membantunya
terutama kontraksi otot yang terhambat oleh nyeri atau injury yang baru, dimana stimulasi dapat memberikan fasilitas lewat
mekanisme muscle spindel.
(2) Mendidik kembali kerja otot
Stimulasi faradik diberikan untuk mendapatkan kontraksi dan membantu
memperbaiki perasaan gerak. Otot hanya mengenal gerak, sehingga stimulasi diberikan untuk menimbulkan
gerakan yang normal. Stimulasi ini
merupakan permulaan latihan-latihan aktif.
(3) Melatih
otot-otot yang paralysis
Pada kasus saraf perifer, impuls dari otak tidak sampai pada otot yang disarafi.
Akibatnya kontraksi voluntari hilang.
Apabila saraf belum mengalami degenerasi,
stimulasi dengan arus faradik
disebelah distal kerusakan akan
menimbulkan kontraksi. Dengan demikian stimulasi dengan arus faradik dapat digunakan untuk melatih
otot-otot yang paralisis.
(4) Penguatan dan hypertrofi otot-otot
Untuk mendapatkan penguatan dan
hypertrofi, otot perlu berkontraksi dalam jumlah yang cukup serta beban
(tahanan). Kelenturan-kelenturan tersebut harus dipenuhi bila stimulasi
dimaksudkan untuk penguatan. Apabila suatu otot sangat lemah berat dari bagian
tubuh yang bergerak memberikan cukup beban. Dalam hal ini stimulasi dapat
meningkatkan kekuatan otot.
(5) Memperbaiki aliran darah dan lymfe
Aliran
darah dapat dipelancar oleh adanya pemompaan dari otot yang berkontraksi dan
relaksasi. Efek yang ditimbulkan akan diperoleh secara maksimal dengan menggunakan
arus faradik.
(6) Mencegah dan melepaskan perlengketan jaringan
Apabila
terjadi offusi kedalam jaringan maka
perlengketan jaringan akan mudah terjadi. Perlengketan tersebut dapat dicegah
dengan selalu mengerakan struktur-struktur didaerah tersebut. Jika latihan
latihan-latihan aktif tidak dimungkinkan, stimulation
electrical dapat diberikan. Perlengketan yang telah terjadi dapat
dibebankan dan diulur dengan kontraksi otot
(Akademi
Fisioterapi Surakarta, 1998).
f) Metode pelaksanaan arus faradik
(1) Stimulasi secara group
Pada metode
ini semua otot dari suatu group otot berkontraksi bersama. Satu elektrode dipasang pada nerve trunk atau daerah origo, sedangkan
satu lagi dipasang pada daerah motor point atau ujung dari muscle belly. Semua otot dari grup otot berkontraksi bersama
sehingga sangat efektif untuk mendidik otot yang bekerja secara group.
(2) Stimulasi motor point
Keuntungan
menggunakan metode motor point adalah
masing-masing otot berkontraksi sendiri-sendiri dan kontraksinya optimal.
Sedangkan kerugian metode ini ialah apabila otot yang dirangsang banyak, maka
sulit untuk mendapatkan jumlah kontraksi yang cukup untuk masing-masing otot.
Berikut
ini adalah letak motor point
pada wajah :
Gambar 2. 4
Motor
point pada otot – otot
wajah yang disarafi nervus facialis
(Gersh,1992)
Keterangan
gambar:
1.
M.
Frontalis 7. M.
Orbicularis Oris
2. M.Procerus 8. M.
Corrugator Supercilli
3. M.
Orbicularis Oculi 9. M.
Nasalis
4. M. Zygomaticus Mayor
10. M. Depresor Septi
5. N. Risorius 11.
M. Mentalis
6. M.
Buc
2.
Massage
a) Definisi
Massage adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menunjukkan suatu
manipulasi yang dilakukan dengan tangan yang ditujukan pada jaringan lunak
tubuh, untuk tujuan mendapatkan efek baik pada jaringan saraf, otot, maupun
sirkulasi (Gertrude, 1952).
b) Teknik-teknik massage
Ada
beberapa teknik massage, seperti: stroking,
effleurage, petrissage, kneading, finger kneading, picking up, tapping,
friction dan tapotemen (hacking, claping, beating, pounding). Pada kasus Bell’s Palsy teknik massage yang
diberikan yaitu stroking, effleurage, finger
kneading dan tapping. Stroking
atau gosokan ringan adalah manipulasi yang ringan dan halus dengan menggunakan
seluruh permukaan tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah
gerakannya tidak tentu. Efek stroking
adalah penenangan dan mengurangi rasa nyeri. (Tappan,
1988)
Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan yang ringan dan halus dengan
menggunakan seluruh permukaan tangan, sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke
pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini harus
dikerjakan secara gentle dan menimbulkan rangsangan pada otot-otot
wajah. Efek dari effleurage adalah
membantu pertukaran zat-zat dengan mempercepat peredaran darah dan limfe yang letaknya dangkal, menghambat
proses peradangan.
Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan jari-jari dengan cara memberikan
tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena
lesi dengan arah gerakan menuju ke telinga. Efek dari finger kneading adalah
memperbaiki peredaran darah dan
memelihara tonus otot.
Tapping adalah
manipulasi yang diberikan dengan tepukan yang ritmis dengan kekuatan tertentu,
untuk daerah wajah dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari tapping adalah
merangsang jaringan dan otot untuk berkontraksi.
c) Aplikasi massage
Pemberian massage
wajah pada kondisi Bell’s Palsy bertujuan untuk mencegah terjadinya
perlengketan jaringan dengan cara memberikan penguluran pada jaringan yang
superfisial yakni otot-otot wajah. Dengan pemberian massage wajah ini akan terjadi peningkatan
vaskularisasi dengan mekanisme pumping
action pada vena sehingga memperlancar sirkulasi darah dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai dan
elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta mencegah timbulnya perlengketan
jaringan dan kontraktur otot dapat dicegah
(Douglas, 1902)
Massage
dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali sehari. Massage ini membantu mempertahankan tonus otot wajah agar tidak
kaku (Chusid 1983).
Gerakan massage dapat diamati
dari gambar berikut ini :
Gambar 2.5
Arah gerakan Massage pada wajah (Maxwell,1987).
d) Indikasi Massage
Beberapa
kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage, antara lain: spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus
perlengketan jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus- kasus kontraktur.
e)
Kontra
Indikasi Massage
Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus, ada beberapa kondisi
yang merupakan kontra indikasi pemberian massage,
yaitu: darah yang mengalami infeksi, penyakit-penyakit dengan ganguan
sirkulasi, seperti: tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas,
daerah peradangan akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka bakar.
D.
Rencana Pelaksanaan Fisioterapi
Dalam memberikan pelayanan kepada pasien,
fisioterapi seharusnya selalu memulai dengan melaksanakan assesment yaitu di
mulai dari pengkajian data (anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan spesifik, dan lain-lain) kemudian dilanjutkan
dengan tujuan terapi, penatalaksanaan fisioterapi serta tindak lanjut dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Data
Dalam
pengkajian fisioterapi, proses pemeriksaan untuk menentukan problematika pasien
dimulai dari anamnesa, pemeriksaan, dan dilanjutkan dengan menentukan diagnose
fisioterapi.
(1) Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu tindakan
pemeriksaan yang dilakukan dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien secara
langsung (auto anamnesis) ataupun dengan mengadakan Tanya jawab kepada pasien
secara langsung (hetero anamnesis) mengenai kondisi/ keadaan penyakit pasien.
Dengan melakukan anamnesis ini akan diperoleh informasi-informasi penting untuk
membuat diagnosis. Anamnesis dikelompokan menjadi dua yaitu anamnesis umum dan
anamnesis khusus. Pada kasus ini berdasarkan autoanamnesis pada tanggal 19
januari 2012 diperoleh informasi sebagai berikut :
(1) Identitas
pasien
Data
identitas pasien yang diperoleh berupa
nama, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan, serta alamat pasien.
(2) Keluhan
utama
Merupakan
satu atau lebih keluhan atau gejala dominan yang mendorong penderita untuk
mencari pertolongan.
(3) Riwayat
penyakit sekarang
Merupakan
rincian keluhan dan menggambarkan proses terjadinya riwayat penyakit secara
kronologis dengan secara jelas dan lengkap. Yang isinya kapan mulai terjadinya,
sifatnya seperti apa, manifestasi lain yang menyertai, penyebab sakit, dan lain-lain.
(4) Riwayat penyakit dahulu /
penyerta
Pertanyaan
diarahkan pada penyakit-penyakit yang pernah dialami yang tidak
berkesinambungan dengan munculnya keluhan sekarang.
(5) Riwayat
pribadi
Riwayat
pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-hari yang dilakukan pasien
menyangkut hobi atau kebiasaan yang berkaitan dengan penyebab bell’s palsy.
(6) Riwayat
penyakit keluarga
Riwayat
keluarga adalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari orang tua atau keluarga
yang lain (Heredo Familial), yang
berhubungan dengan bell’s palsy.
(2)
Anamnesis sistem
Anamnesis system ini dilakukan untuk
mengidentifikasi masalah yang belum diungkapkan penderita dan untuk melengkapi
anamnesis yang belum tercakup diatas, antara lain: kepala dan leher, Kardiovaskuler, Respirasi,
Gastrointestinal,
Urogenitalis, Muskuloskeletal,
Nervorum.
(3) Pemeriksaan
Pemeriksaan
yang dilakukan dibagi menjadi dua, antara lain:
(1) Pemeriksaan
fisik
(a) Tanda – tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh data sebagai
berikut: (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) pernafasan: (4) temperatur, (5)
tinggi badan, (6) berat badan.
(b) Inspeksi
Inspeksi
adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Ada dua macam yaitu
inspeksi statis dan inspeksi dinamis. Inspeksi statis adalah inspeksi dimana
pasien dalam keadaan diam, sedangkan inspeksi dinamis adalah inspeksi dimana
pasien dalam keadaan bergerak.
(c) Palpasi
Palpasi adalah
pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang bagian tubuh pasien yang akan
diperiksa atau yang dikeluhkan pasien.
(d) Perkusi dan Auskultasi
Perkusi adalah
cara pemeriksaan dengan jalan mengetuk/vibrasi, seperti mengetuk untuk
mengetahui keadaan suatu rongga pada bagian tubuh tertentu. dan Auskultasi
adalah cara pemeriksaan dengan menggunakan indera pendengaran, biasanya
menggunakan alat bantu stetoskop untuk mengetahui Ronki,denyut jantung,
(e) Pemeriksaan gerak
Meliputi
pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik melawan tahanan. Pada pemeriksaan gerak aktif yang diperiksa
adalah sisi yang lemah, meliputi kemampuan mengerutkan dahi, bersiul, tersenyum
dan menutup mata. Pada pemeriksaan gerak pasif yang diperiksa adalah sisi wajah
yang sakit, yaitu menutup mata, mengerutkan dahi dan tersenyum. Pada
pemeriksaan gerak pasif yang dilakukan pada sisi yang lesi atau kanan gerakan
mengerutkan dahi, mendekatkan kedua alis, mencucu,bersiul, menutup mata,
mengkerutkan hidung ke atas, dan tersenyum.
(f) Kemampuan
fungsional dan lingkungan Aktivitas
Kemampuan
fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Sedangkan lingkungan aktivitas adalah keadaan lingkungan sekitar yang
berhubungan dengan kondisi pasien. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan
interpersonal.
Kognitif merupakan pengetahuan
seseorang atau perilaku manusia yang dikaitkan dengan susunan saraf otak.
Kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori pemecahan masalah,
pengambilan sikap dan perilaku, orientasi ruang dan waktu.
Intrapersonal adalah kemampuan pasien
dalam memahami keadaan dirinya, motivasi dirinya.
interpersonal adalah kemampuan bagaimana
berhubungan dengan orang lain disekitarnya.
(2) Pemeriksaan spesifik
Selain
pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan spesifik untuk lebih
memperjelas permasalahan yang dihadapi.
Untuk
kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa : Tanda bell, skala “Ugo Fisch” dan penilaian kekuatan otot
wajah dengan menggunakan skala “Daniel’s
and Worthingham Manual Muscle Testing”.
(a) Tanda Bell’s
Tanda bell yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan
dahi, lipatan kulit dahi hanya terlihat pada sisi lesi, dan saat memejamkan mata,
bola mata masih terlihat sedikit pada sisi yang sehat.
(b) Ugo Fisch scale
Ugo Fisch scale bertujuan
untuk pemeriksaan fungsi motorik dan mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah
pada penderita bell’s palsy. Penilaian dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan
dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Pada tersebut dinilai simetris atau
tidaknya antara sisi sakit dengan sisi yang sehat. (Lumbantobing 2006)
Ada
4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain :
a) 0 % (zero) : Asimetris Komplit, tidak ada gerakan volunter sama sekali.
b) 30 % (poor): Simetris ringan, kesembuhan cenderung
ke asimetris, ada gerakan volunter.
c) 70 % (fair) : Simetris sedang, kesembuhan cenderung normal.
d) 100 % (normal)
: Simetris komplit (normal).
Angka
prosentase masing-masing posisi harus
dirubah menjadi score dengan kriteria
sebagai berikut :
1) Saat istirahat : 20 point
2) Mengerutkan dahi : 10 point
3) Menutup mata :
30 point
4) Tersenyum : 30 point
5) Bersiul :
10 point
Pada
keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point. Hasil
penilaian itu diperoleh dari penilaian angka prosentase dikalikan dengan
masing-masing point. Nilai akhirnya adalah jumlah dari 5 aspek penilaian
tersebut.
(c) Manual
Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah
Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis
digunakan skala Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing,
Yaitu :
a) Nilai
0 (zero) : Tidak ada
kontraksi yang tampak
b) Nilai
1 (trace) : Kontraksi minimal
c) Nilai
3 (fair) : Kontraksi
sampai dengan simetris sisi normal
dengan maksimal
d)
Nilai 5 (normal ) : Kontraksi penuh, terkontrol dan simetris.
BAB
III
LAPORAN
STATUS KLINIS
I.
KETERANGAN
UMUM PASIEN
Nama :
J.
S
Umur :
32
tahun
Jenis kelamin :
Laki
- laki
Agama :
Islam
Pekerjaan :
Guru
SD
Alamat :
Candi
Prambanan Barat Rt 13/06 Semarang
II.
DATA
– DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSIS MEDIS : Bell’s Palsy
sinistra
Diagnosa klinis :
kelemahan otot wajah kiri
Diagnosa topis :
wajah kiri
Diagnosa etiologi :
Idiopatic
B. CATATAN KLINIS : Tanggal 12
Januari 2012
Tanggal 12 Januari
2012 pasien mengeluh wajahnya merot ke kanan dan mata kiri tidak bisa menutup
rapat, lalu pasien periksa ke RSUP Dr.Kariadi. Dari dokter saraf kemudian pasien dirujuk ke Poliklinik
fisioterapi RSUP Dr.Kariadi Semarang.
C. TERAPI UMUM ( GENERAL
TREATMENT )
1.
Dokter
:
Medika Mentosa ( Prednison, Nonflet,
Dultik. Neutabe)
2. Rehabilitasi Medik :
Fisioterapi :Massage, dan electrical stimulation
D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI
DOKTER
Mohon untuk dilakukan tindakan Fisioterapi pada pasien atas nama Tn. Johan
Setiadi dengan
diagnosa Bell’s Palsy
Sinistra.
III.
SEGI
FISIOTERAPI
Tanggal : 19 Januari 2012
A. ANAMNESIS ( AUTO)
1. KELUHAN UTAMA :
Wajah sebelah kiri terasa lemas dan merot ke sisi kanan.
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Kurang
lebih 1 bulan yang lalu, pasien sering
tidur pada larut malam saat bangun tidur pasien mengeluh wajah sebelah kiri terasa
lemas. Kemudian pasien datang ke RSUP Dr,Kariadi untuk memeriksakan dirinya ke
dokter saraf poli garuda setelah dilakukan pemeriksaan pasien dirujuk ke
Rehabilitasi medik untuk diberikan tindakan Fisioterapi lebih lanjut dengan
kondisi wajah sebelah kiri lemas dan merot ke kanan.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Trauma Capitis (-), Sakit Gigi (-)
4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA
Hipertensi (-),
DM (-), Stroke (-),
5. RIWAYAT PRIBADI (KETERANGAN
UMUM PENDERITA) :
Pasien adalah
seorang guru SD Donorejo, pasien sendiri mempunyai hobby tenis meja, baca buku,
dan mempunyai kebiasaan tidur pada larut malam, pasien mempunyai 1 orang istri
dan 1 orang anak.
6. RIWAYAT KELUARGA :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti
ini sebelumnya.
7. ANAMNESIS SISTEM :
a) Kepala & leher :
Tidak ada keluhan pusing dan leher tidak terasa kaku.
b) Kardiovaskuler :
Tidak ada keluhan nyeri dada dan jantung berdebar-debar
c) Respirasi :
Tidak ada keluhan sesak napas dan batuk
d) Gastrointestinalis :
Tidak ada keluhan mual, muntah dan BAB terkontrol
e) Urogenitalis :
BAK terkontrol.
f) Muskuloskeletal
:
Kesulitan menggerakkan mimik wajah sisi kiri.
g) Nervorum :
Rasa tebal
dirasakan pada wajah sisi kiri dan tidak ada rasa nyeri di belakang
telinga maupun sekitarnya.
B. PEMERIKSAAN → Dilakukan Tgl 19 Januari
2012
1.
PEMERIKSAAN
FISIK
a) TANDA – TANDA VITAL :
(1)Tekanan Darah : 110/80 mmHg
(2)Denyut Nadi : 73
x/menit
(3)Pernafasan : 24 x/menit
(4)Temperatur : 36 °C
(5)Tinggi Badan : 164
cm
(6)Berat Badan : 59
kg
b) INSPEKSI:
Statis
(1) Wajah tampak asimetris
(2) Mulut merot ke kanan
(3) Mata sebelah kiri
berair
(4) Alis pada sisi
yang lesi atau kiri lebih rendah dari pada yang kanan.
Dinamis
(1)
Saat
mengangkat alis, kerutan dahinya hanya terlihat pada sisi yang sehat
(2)
Saat
menutup mata sisi yang sakit belum dapat menutup dengan sempurna dan terlihat
pergerakan bola matanya.
(3)
Saat bersiul
dan tersenyum wajah kiri belum bisa simetris atau masih mencong ke kanan.
c) PALPASI :
(1) Suhu wajah antara sisi kanan
dan kiri teraba sama
(2)
Pada sisi
yang lesi atau kiri terasa lebih kendor dari pada yang kanan.
(3)
Ada spasme
pada otot-otot wajah yang sebelah kanan.
d) PERKUSI :
Tidak dilakukan karena masih dalam batas normal
e) AUSKULTASI:
Tidak dilakukan
karena masih dalam batas normal
f)
GERAKAN
DASAR
(1) Gerak Aktif :
(a)
Menutup mata sebelah kiri masih belum rapat
(b)
Bersiul belum maksimal
(c)
Saat tersenyum bibir atau sudut bibir berdeviasi ke sisi kanan
(d)
Mengerutkan dahi tidak maksimal
(2) Gerak Pasif :
Dapat dilakukan dan elastisitas otot masih
bagus.
(3) Gerak Isometrik Melawan
Tahanan :
Tidak dilakukan
g) KOGNITIF,
INTRA PERSONAL & INTER PERSONAL :
Kognitif : Pasien tidak mengalami
gangguan atensi dan memori jangka panjang dan pendek pasien baik.
Intra personal : Pasien mempunyai motivasi untuk sembuh
Inter personal : Pasien mampu berkomunikasi dan
bekerja sama dengan dokter dan fisioterapi dengan baik.
h) KEMAMPUAN
FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIVITAS :
(1) Kemampuan Fungsional Dasar :
(a) Pasien belum mampu mengerutkan
dahi
(b) Pasien belum mampu mengangkat alis secara
simetris antara sisi kiri dengan sisi kanan.
(c) Pasien belum mampu menutup mata
dengan sempurna
(d) Pasien belum mampu
bersiul, meniup belum
simetris
(e) Ketika berkumur
masih boco ke sisi kanan.
(2) Aktivitas Fungsional :
(a) Pasien masih dapat membedakan
bermacam-macam rasa seperti
(manis,
pahit, asin, asam)
(b) Saat makan masih kesulitan, terutama saat mengunyah makanan masih mengumpul di
sisi yang lesi
(c) Saat minum dan berkumur masih
bocor
(d) Belum mampu
bersiul
(e) Mata kiri tidak
mampu menutup mata rapat.
(3) Lingkungan Aktivitas :
(a) Lingkungan Rumah Sakit sangat
mendukung program terapi dan latihan untuk pasien.
(b) Lingkungan rumah pun juga
sangat mendukung untuk proses penyembuhan.
2.
PEMERIKSAAN
SPESIFIK (FT C) tanggal, 19 Januari 2012
a) Tanda Bell’s Palsy (+)
b) Ugo Fisch
Scale
Tabel
3.1
Pemeriksaan
Ugo Fisch Scale
Posisi
Wajah
|
Hasil
|
Saat diam atau
istirahat
|
20 x 0%
= 0
|
Mengerutkan
dahi
|
10 x
30% = 3
|
Menutup mata
|
30 x 70%
= 21
|
Tersenyum
|
30 x
30% = 9
|
Mecucu
|
10 x 30%
= 3
|
Jumlah
|
36 point
|
Keterangan :
Derajad I : Normal 100 point
Derajad II :
Kelumpuhan ringan 75
– 99 point
Derajad III :
Kelumpuhan sedang 50
– 75 point
Derajad IV : Kelumpuhan sedang berat 25 – 50 point
Derajad V :
Kelumpuhan berat 1 – 25 point
Derajad VI :
Kelumpuhan total 0 point
c) MMT otot-otot wajah skala Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle
Testing.
Tabel
3.2
Pemeriksaan
MMT Otot – otot wajah Sinistra
No
|
Nama Otot
|
Nilai
|
1
|
M.Frontalis
|
1
|
2
|
M.Corrugator
supercili
|
1
|
3
|
M.Procerus
|
1
|
4
|
M. Orbicularis Oculli
|
3
|
5
|
M.
Nasalis
|
1
|
6
|
M. Depresor anguli oris
|
1
|
7
|
M. Zigomaticum mayor dan M.
Zigomatikum minor
|
1
|
8
|
M. Orbicularis oris
|
1
|
9
|
M. Buccinator
|
1
|
10
|
M. Mentalis
|
1
|
11
|
M. Platysma
|
1
|
C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1.
Impairment
a)
Adanya penurunan kekuatan otot-otot wajah sisi kiri
b)
Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri
c)
Potensial
terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat)
oleh karena kontraksi terus menerus pada sisi yang sehat
d)
Potensial
terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan.
2.
Fungsional
Limitation
Adanya keterbatasan
fungsi seperti mata kiri
tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum mengalami kebocoran, makanan cenderung
mengumpul disisi kiri
saat mengunyah oleh karena kelemahan otot wajah pada sisi kiri.
D. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI
1.
Tujuan
:
Jangka Pendek
a)
Meningkatkan kekuatan otot
b)
Mencegah potensial terjadinya atrofi otot sisi kiri
c)
Mencegah potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan oleh karena kontraksi terus menerus pada
sisi wajah kanan
d)
Mencegah potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan
Jangka Panjang
a)
Melanjutkan
tujuan jangka pendek
b) Meningkatkan aktifitas
fungsional semaksimal mungkin seperti makan agar tidak mengumpul pada sisi yang
lesi, minum/ berkumur agar tidak bocor serta meningkatkan kepercayadirian
pasien.
2.
Tindakan
Fisioterapi
a) Teknologi Fisioterapi :
(1) Teknologi
Alternatif :
(a) IR
(Infra Red)
(b) SWD
(Short Wave Diathermy)
(c) MWD
(Micro Wave Diathermy)
(d) US (Ultra Sound), Massage, ES
(Electricel Stimulation)
(2) Teknologi
Yang Dilaksanakan :
(a) Massage Wajah
Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada
otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat
dicegah, selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada
wajah. Stroking memiliki efek
penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage
dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan
mempercepat peredaran darah, Finger
Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus
otot. Sedangkan tapping dengan ujung
jari dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi.
Dengan massage tersebut maka efek
relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial
timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.
(b) Electrical Stimulation (ES) arus Faradik
Electrical
Stimulation arus Faradik yang
diberikan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan
gerak sehingga diperoleh gerak yang
normal serta bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi
otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak dapat
disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi otot
secara volunter hilang sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik
untuk menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang dilakukan
berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang lemah untuk melakukan
gerakan sehingga dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.
b) Edukasi
(1) pasien
disarankan menghindarkan wajahnya dari paparan udara dingin secara langsung
seperti : jangan tidur dilantai tanpa menggunakan alas dan bantal, jangan
menggunakan kipas angin yang secara langsung dihadapkan dimuka.
(2) Pasien
disarankan melindungi matanya dari terpaan debu dan angin secara langsung untuk
menghindari terjadinya iritasi.
(3) Pasien
dianjurkan untuk menutup wajah saat mengendarai sepeda motor dengan Helm full face dengan kaca mata diberikan
tertutup.
(4) Pasien
diajarkan untuk melatih gerakan-gerakan didepan kaca seperti : mengangkat alis
dan mengerutkan dahi keatas, menutup mata,tersenyum, bersiul, menutup mulut
dengan rapat, mengangkat sudut bibir ke atas dan memperlihatkan gigi-gigi,
mengembangkempiskan cuping hidung, mengucapkan kata-kata labil a,i,u,e,o dengan
dosis minimal 4x sehari selama 5-10 menit.
3.
Rencana
Evaluasi
a) Kemampuan fungsional dasar dengan ugo fish
scale
b) Kekuatan otot dengan MMT
E. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Baik
Quo ad Sanam :
Baik
Quo ad Fungsionam : Sedang
Quo ad Cosmeticam : Sedang
F. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1.
Tanggal 19 Januari 2012
Pelaksanaan Ft dengan Massage
a) Persiapan
alat
Menyiapkan
media pelicin, bedak
dan tisu untuk membersihkannya.
b) Persiapan pasien
Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin. Area
terapi yang hendak dimassage dalam keadaan bersih. Sebelum massage
dilakukan, berikan penjelasan mengenai terapi yang akan dilakukan
c)
Pelaksanaan
terapi
Terapis
berada di sebelah atas wajah pasien. Massage diberikan pada wajah yang lesi.
Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan terapis. Kemudian usapkan pada wajah
pasien dengan gerakan stroking dengan menggunakan seluruh permukaan tangan satu
atau permukaan kedua belah tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Lakukan
gerakan efflurage secara gentle,
gerakan dari dagu kearah pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke
telinga. Dilanjutkan dengan finger kneading dengan jari-jari dengan cara
memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang
terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan tengah dahi menuju ke telinga.
Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari dari tengah dahi menuju ke arah
telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga, dari hidung ke arah telinga,
dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju kearah telinga. Khusus
pada bibir, lakukan stretching kearah yang lesi.
Gerakan massage dilakukan
dengan pengulangan 15x / menit dan dilakukan selama kurang lebih 5-10 menit.
(Chusid 1983)
2. Tanggal 21
Januari 2012
Pelaksanaan
FT dengan Electrical Stimulation Arus
Faradik
a) Persiapan alat
Menyiapkanan
alat, cek kabel, siapkan elektroda.
Cek elektroda dengan membasahi kedua elektroda yang akan dipakai dan
sentuhkan pada kulit terapis dengan cara menjepitkan elektroda diantara kedua jari tangan. Kemudian hidupkan mesin dan
naikkan intensitas perlahan-lahan. Bila ada rasa tusuk-tusuk halus, maka arus
keluar dan alat dapat digunakan.
b) Persiapan pasien
Posisi pasien
tidur terlentang dengan nyaman. Area terapi yang hendak diberikan stimulasi
bebas dari pakaian dan dalam keadaan bersih. Sebelum terapi
dimulai dilakukan tes sensibilitas rasa tusuk tajam dan tumpul. Berikan
penjelasan pada pasien mengenai rasa yang ditumbulkan dari arus faradik yaitu
rasa tusuk-tusuk halus.
c) Pelaksanaan terapi
Mesin masih
dalam posisi off dan tombol intensitas dalam posisi nol. Letakkan elektroda pasif pada cervical
7, sedangkan aktif elektroda pada motor poin otot wajah kiri. Stimulasi
diberikan pada wajah kiri/ wajah yang lesi. Hidupkan alat dan naikkan
intensitas sesuai toleransi pasien. Masing-masing motor point memerlukan
30 kali kontraksi. Pada fase pertama lakukan terlebih dahulu 15 kontraksi pada
satu titik motor point. Kemudian
berikan waktu istirahat pada otot yang baru saja distimulasi. Selama waktu
istirahat tersebut lakukan stimulasi pada otot lain. Setelah seluruh titik
motor point selesai distimulasi, lakukan fase kedua dengan mengulangi stimulasi
dari awal untuk menyelesaikan 15 kontraksi yang belum dilakukan. Untuk
mengakhiri stimulasi turunkan dahulu intensitas arusnya. Kemudian lepaskan
elektroda dari kulit pasien dan matikan alat.
3.
Tanggal 24 Januari 2012
Penatalaksanan sama dengan tanggl 21 Januari 2012,
tetapi kontraksi masing-masing motor
point dikurangi dari 30 kontraksi menjadi 20 kontraksi.
4. Tanggal 26 Januari 2012
Penatalaksanan sama dengan tanggal 24 Januari 2012
G. EVALUASI
1.
Evaluasi
Ugo
Fisch Scale
Tabel 3.4
Evaluasi Ugo
Fisch Scale
Posisi
Wajah
|
T1
(19.01.12)
|
T2
(21.0112)
|
T3
(24.3.12)
|
T4 (26.01.12)
|
Istirahat/Diam
|
20 x 0% = 0
|
20 x 0% = 0
|
20 x 0% = 0
|
20x30%=6
|
Mengerutkan
dahi
|
10x30%=3
|
10x30%=3
|
10x30%=3
|
10x30%=3
|
Menutup mata
|
30x70%=21
|
30x70%=21
|
30x100%=30
|
30x100%=30
|
Tersenyum
|
30x30%=9
|
30x30%=9
|
30x30%=9
|
30x30%=9
|
Bersiul/
Mecucu
|
10x30%=3
|
10x30%=3
|
10x30%=3
|
10x30%=3
|
Jumlah
|
36poin
|
36 poin
|
45poin
|
51poin
|
2.
Evaluasi
Kekuatan otot wajah dengan MMT
Tabel
3.5
Evaluasi
Kekuatan otot wajah dengan MMT
No
|
Nama Otot
|
T1
|
T2
|
T3
|
T4
|
1
|
M.Frontalis
|
1
|
1
|
3
|
3
|
2
|
M.Corrugator
supercili
|
1
|
1
|
3
|
3
|
3
|
M.Procerus
|
1
|
1
|
3
|
3
|
4
|
M. Orbicularis Oculli
|
3
|
3
|
5
|
5
|
5
|
M.
Nasalis
|
1
|
1
|
3
|
3
|
6
|
M. Depresor anguli oris
|
1
|
1
|
3
|
3
|
7
|
M. Zigomaticum mayor dan M.
Zigomatikum minor
|
1
|
1
|
3
|
3
|
8
|
M. Orbicularis oris
|
1
|
1
|
3
|
3
|
9
|
M. Buccinator
|
1
|
1
|
3
|
3
|
10
|
M. Mentalis
|
1
|
1
|
3
|
3
|
11
|
M. Platysma
|
1
|
1
|
3
|
3
|
H. HASIL TERAPI TERAKHIR
Sesudah
dilakukan terapi dengan infra merah dan elektrikel stimulasi selama 4x terapi
pada pasien atas nama Tn. J.S 32 tahun dengan diagnosa Bell’s
Palsy Kiri
didapatkan hasil :
1.
Nilai
Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan
pemeriksaan dan evaluasi menggunakan Ugo
Fisch Scale.
2.
Kekuatan
otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi menggunakan MMT pada
otot-otot wajah.
3.
Rasa
tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai
berkurang.
4.
Bibir
yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih asimetris.
BAB IV
PENUTUP
A.
Pembahasan
Pasien
Bell’s palsy pada awalnya merasakan ada kelainan pada mulut yang tampak
mencong ke satu sisi, salah satu kelopak mata tidak dapat dipejamkan, mulut
tidak dapat mencucu, apabila berkumur atau
minum maka air akan tumpah melalui salah satu sisi mulut yang lesi.
Keadaan tersebut disebabkan adanya paralisis otot- otot wajah pada sisi yang
sakit. Kondisi ini merupakan permasalahan yang dialami pasien sehingga peran
fisioterapis diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
meningkatkan kekuatan dan kemampuan fungsional otot- otot wajah serta mencegah
komplikasi lebih lanjut
Pada bab ini yang akan
dibahas mengenai hasil evaluasi terapi dari awal hingga terapi keempat yaitu
tanggal 19, 21, 24, 26, Januari 2012 yang dilakukan pada pasien Bell’s Palsy
kiri karena pengaruh udara dingin. Pada Karya Tulis Ilmiah ini terapis
menggunakan modalitas Electrical Stimulation arus Faradik dan
Massage. Penjelasan tentang pengaruh dari penggunaannya adalah sebagai
berikut :
Electrical
Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan kontraksi
otot dan membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk mencegah/
memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini
rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang
disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga diperlukan
bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot.
Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih
kembali otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat
meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.
Massage
diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot wajah yang letaknya
superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan
efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat membantu pertukaran
zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk
memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat
merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas
otot tetap terjaga dan potensial timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s
Palsy ini dapat dicegah.
B.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas
diketahui akan adanya kemajuan yang sangat signifikan dalam proses penyembuhan
dibandingkan sebelum dilakukan tindakan fisioterapi, yaitu pada T1. Kemajuan tersebut selain dari keinginan
dan semangat pasien untuk sembuh serta didukung oleh modalitas fisioterapi yang
diberikan yaitu berupa Electrical Stimulatin
arus Faradik, Massage serta didukung dengan
latihan-latihan untuk home program. Diperoleh hasil: (1) Nilai Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan
pemeriksaan dan evaluasi menggunakan Ugo
Fisch Scale, (2) Kekuatan otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan
evaluasi menggunakan MMT pada otot-otot wajah, (3) Rasa tebal-tebal pada wajah
sisi kiri mulai berkurang, (4) Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi
wajah masih asimetris.
Dari
penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan pada pasien ini, diketahui
adanya peningkatan dari T1 sampai
dengan T4 dan dengan hasil sebagai berikut:
1. Peningkatan
nilai kemampuan fungsional otot-otot wajah dengan Skala Ugo Fisch
Tabel 4.1
Posisi Wajah
|
T1 (19.01.12)
|
T4 (26.01.12)
|
Istirahat/Diam
|
20 x 0% = 0
|
20x30%=6
|
Mengerutkan dahi
|
10x30%=3
|
10x30%=3
|
Menutup mata
|
30x70%=21
|
30x100%=30
|
Tersenyum
|
30x30%=9
|
30x30%=9
|
Bersiul/ Mecucu
|
10x30%=3
|
10x30%=3
|
Jumlah
|
36poin
|
51poin
|
2. Peningkatan nilai kekuatan
otot wajah
Tabel 4.2
No
|
Nama Otot
|
T1
(19.01.12)
|
T4 (26.01.12)
|
1
|
M.Frontalis
|
1
|
3
|
2
|
M.Corrugator
supercili
|
1
|
3
|
3
|
M.Procerus
|
1
|
3
|
4
|
M. Orbicularis Oculli
|
3
|
5
|
5
|
M.
Nasalis
|
1
|
3
|
6
|
M. Depresor anguli oris
|
1
|
3
|
7
|
M. Zigomaticum mayor dan M. Zigomatikum minor
|
1
|
3
|
8
|
M. Orbicularis oris
|
1
|
3
|
9
|
M. Buccinator
|
1
|
3
|
10
|
M. Mentalis
|
1
|
3
|
11
|
M.
Platysma
|
1
|
3
|
Dari
Tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat
dilihat bahwa dengan penanganan fisioterapi yang telah diberikan memperlihatkan
adanya peningkatan kemampuan fungsional otot - otot wajah serta peningkatan kekuatan otot dari otot-otot wajah.
C.
Saran
Suatu
keberhasilan terapi juga ditentukan oleh sikap dari pasien itu sendiri, jadi perlu ada kerjasama dengan baik antara
terapis, pasien serta keluarga pasien. Untuk mengoptimalkan hasil terapi yang diberikan
maka disarankan kepada:
1.
Fisioterapis
hendaknya sebelum melakukan terapi kepada pasien diawali
dengan pemeriksaan yang teliti, mencatat permasalahan pasien, menegakkan diagnosis dengan tepat, memilih
modalitas yang sesuai dengan
permasalahan pasien, melakukan evaluasi
dan memberikan edukasi pada pasien
sehingga nantinya akan memperoleh hasil yang optimal.
2.
Kepada
pasien:
a) Rutin dalam melakukan terapi
ke fisioterapi.
b) Sementara waktu menghindari
udara dingin dan angin yang langsung mengenai pada wajah
atau jika tidur
menggunakan kipas angin, jangan biarkan
kipas angin menerpa wajah secara langsung serta
jangan tidur di lantai tanpa menggunakan alas dan bantal, bila kondisi tubuh tidak baik.
c) Bila
mengendarai motor, gunakanlah helm
fullface yang benar agar terhindar
dari terpaan udara secara langsung.
d) Pakailah
kacamata untuk melindungi mata dari terpaan debu dan angin secara langsung untuk menghindari iritasi.
3. Keluarga
pasien, hendaknya memberikan motivasi kepada pasien untuk rajin terapi dan melakukan home program/ edukasi- edukasi yang telah diberikan oleh terapis
untuk mendukung proses kesembuhannya.
4. Masyarakat dan pembaca, agar
segera konsultasi ke dokter, ke fisioterapi atau tenaga medis
lain, bila dijumpai atau dirasakan keluhan seperti: mulut mencong, salah
satu mata sukar ditutup, dan sebagainya. Ini dimaksud, agar
dapat diberikan tindakan sedini mungkin sehingga komplikasi
yang akan timbul dapat dicegah.
Langganan:
Postingan (Atom)